Kamis, 03 Maret 2011

Antara Teroris dan Tariris

Serangan teroris di Kota Mubai India yang baru saja terjadi semakin memperlihatkan betapa murahnya nyawa manusia. Kenapa orang bisa menjadi penyebar teror dan dengan mudah mencabut nyawa orang lain?
Teroris sendiri berasal dari kata TARIRIS (basa sunda) yang berarti kedinginan. Makanya para teroris umumnya selalu memakai jaket tebal dan penutup kepala bahkan sering kali pakai kupluk yang menutup sebagian wajahnya, percis seperti seorang tukang ronda yang kedinginan. Jadi hati-hati jika melihat orang pakai kupluk. Kalo bawa pentungan dan senter bisa jadi dia tukang ronda namun jika pakai kupluk dan menyandang AK-47 bisa jadi dia teroris yang menyamar jadi tukang ronda. Bagaimana kalo orang yang memakai kupluk dan menyandang tas di bahu, oh itu pasti Ruri Abangmu yang riang menuju sekolah.
Kembali ke topik tentang Teroris, karena Tariris-lah (baca teroris yang artinya kedinginan) membuat mereka darahnya dingin sehingga mereka mudah menjadi pembunuh berdarah dingin. Ketika sudah menjadi pembunuh berdarah dingin mereka tidak lagi suka tawar menawar. Teroris tidak pernah bertanya harta atau nyawa pada korbannya, bagi mereka tidak ada debat apalagi mengajak ngadu cerdas cermat.
Bagi mereka kebenaran sudah mereka tentukan dengan harga mati. Jika Anda berbeda dengan sayah berarti darah anda halal, padahal bisa saja darahnya si korban itu haram karena telah makan uang korupsi. Padahal tidak ada manusia yang berhak mencabut nyawa orang lain apalagi dengan alasan demi seorang caddy. Mencabut gigi saja harus sama dokter gigi apalagi menyabut nyawa tentu harus dengan dokter nyawa. Salah cabut gigi masih bisa diganti dengan gigi palsu tapi salah mencabut nyawa dimana bisa beli gantinya?
Di dunia ini tidak ada kebenaran (baca kebetulan) yang mutlak, yang betul sekarang belum tentu akan betul di masa mendatang karena betul sekarang bisa saja kebetulan. Mungkin kita masih ingat soal ulangan waktu SD, pilihlah B jika anda angap betul dan pilihlah S jika anda anggap salah. Waktu ulangan PMP, dari semua pertanyaan sayah menjawab B semua karena semua sayah anggap betul. Ternyata menurut ibu Eros, gurus PMP sayah waktu itu bilang bahwa tidak semua pertanyaan harus dijawab B ada juga harus dijawab S.
Sejak itu sayah berpikir tidak semua harus Betul bisa saja Salah.  Seperti buku ini bisa betul atau salah. Betul jika anda membelinya dan salah jika anda membacanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar